Hubungan Hukum Lingkungan terhadap Penataan Ruang

A.PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengaturan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan keniscahayaan untuk mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, khususnya yang terkait dengan frase “sebe sar besarnya bagi kemakmuran rakyat”,dan disisi lain KLHS merupakan instrument pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam merupakan hal yang relative baru di Indonesia. Sekarang ini telah disahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang telah mengatur hal yang paling mendasar terkait KLHS. Untuk menjalankan ketentuan tentang KLHS yang dimuat dalam UU PPLH sebagai arah/pedoman lebih lanjut pelaksanaan KLHS perlu segera dipersiapkan Peraturan Pemerintah.Salah satu tantangan yang paling besar (seperti berupa kasus yang terjadi dimanapun di Indonesia saat KLHS diperkenalkan) adalah penyampaian konsep dan cara kerja KLHS, selalu disama-artikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Memang benar, ada beberapa istilah dalam KLHS dapat juga ditemukan dalam AMDAL.Pesan yang paling penting adalah, bahwa AMDAL merupakan kajian kelayakan lingkungan yang dikaitkan perizinan, tanpa AMDAL suatu proyek besar tidak dapat dilaksanakan.Hal ini adalah salah satu instrument (alat) pembuat keputusan (decision making). Sementara itu, KLHS adalah suatu alat bantu perumusan keputusan (decision aiding), untuk meningkatkan pengetahuan mengenai suatu rencana (atau program atau aturan kerja) tentang dampak lingkungan yang besar dan penting, melihat pada legitimasi sosial melalui pengikatan dengan berbagai unsur stakeholders dan memerlukan dialog yang terus menerus. Hal ini juga memerlukan diskusi mendalam antara pemerintah dengan investor karena kelayakan akanmempengaruhi penentuan keputusan suatu proyek, berhenti atau dilanjutkan. KLHS juga melihat pada isu-isu lingkungan secara kumulatif dan lintas bidang yang belum dijangkau oleh AMDAL untuk proyek-proyek individual.Semua itu dapat menjadi kontribusi kepada AMDAL dengan menyediakan masukan untuk spesiikasi teknis yang sesuai dan untuk informasi selama fase penentuan lingkup kajian (scoping). Hal penting lain adalah KLHS dapat menarik minat para investor yang peduli lingkungan atau “green investor”. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, seras, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus mengintegrasikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.Kebijakan yang dimaksud adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi dasar rencana.
2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Lingkungan Hidup, Asas-asas lingkungan hidup, ruang lingkup, unsur-unsur lingkungan hidup?
b. Apa pengertian penataan ruang ?
c. Hubungan penataan ruang dengan pengelolaan lingkungan hidup?
d. Bagaimana Penataan Lingkungan Hidup?
e. Bagaimana pengendalian pemanfaatan Ruang ?
f. Apa sanksi untuk penataan ruang ?
3. Tujuan Penulisan
a.       untuk mengetahui apa saja dampak kesalahan tata ruang kota
b.      untuk menyadarkan pembaca tentang pentingnya lingkungan hidup
3.  Manfaat Penulisan
a. untuk menambah wawasan tentang lingkungan hidup
            b.  untuk pembelajaran tentang tata ruang kota dan lingkungan
B. PERMASALAHAN
Manusia hidup di bumi tidak sendirian, melainkan bersama makhluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik.Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu.Dalam ruang tersebut terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu.Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup.Lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupuan manusia. Hal itu dikarenakan dimana seseorang hidup maka akan tercipta suatu lingkungan yang berbeda dan sebaliknya. Zaman sekarang ini sering kali ditemukannya suatu pengrusakan lingkungan oleh manusia dengan alasan pemanfaatan untuk menghasilkan materi yang lebih, secara tidak langsung tindakan ini akan mengakibatkan rusaknya lingkungan dan mengancam pada kelangsungan hidup manusia.
Keteloderan manusia dalam mendirikan bangunan dengan tanpa memperhatikan dampak dari usaha atau industri yang akan berlangsung pada bangunan tersebut juga akan merusak lingkungan baik fisik maupun biologis secara perlahan dan tidak langsung, sehingga menghasilkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan suatu proses masuknya bahan atau energi ke dalam lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnyaperubahan yang tidak dikehendaki baik dari segi fisik, kimiawi maupun biologis sehingga berdampak negatif bagi kesehatan, keberadaan makhluk hidup khususnya manusia dan organisme lainnya. Bahan yang mencemari lingkungan disebut polutan.Polutan dapat berupa materi/partikel dan atau energi. Polutan ini masuk ke dalam lingkungan alam sekitar dapat terjadi dari berbagai sebab, misalnya perilaku tidak sehat pada sekelompok manusia, pertambahan penduduk yang tak diimbangi dengan fasilitas dan sarana lingkungan yang memadai, penggunaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kelestariannya, jumlah polutan yang tak seimbang dengan daya dukung lingkungan dan penerapan teknologi yang tak diimbangi dengan penerapan ilmu pengetahuan tentang ekologi.
Dalam melestarikan kualitas lingkungan, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dapat dilakukan seperti, memulai penyusunan rencana pembangunan daerah sampai setelah proyek-proyek pembangunan dijalankan, misalnya penyusunan rencana penggunaan tata ruang, rencana pembangunan ekonomi suatu daerah, penetapan proyek-proyek yang akan dibangun, sampai pada waktu proyek-proyek telah berjalan. Dengan adanya perencanaan hal-hal yang mungkin bisa mengantisipasi timbulnya dampak buruk pada lingkungan sekitar maka kerusakan lingkungan akan dapat dikurangi atau bahkan dicegah sama sekali. Berdasarkan alasan inilah maka perlu dibuat sebuah rencana pengelolaan lingkungan demi terciptanya keseimbangan antara kepentingan manusia dan kelestarian lingkungan di sekitarnya.
Analisis mengenai dampak lingkungan berkaitan erat dengan pemahaman manusia terhadap perubahan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.Dalam hal kegiatan ini tentu melibatkan aspek aktivitas, baik berkaitan dengan ekonomi, politik, sosial dan budaya.Setiap aktivitas seharusnya didasarkan pada perencanaan yang benar, dan diteruskan dengan implementasi sesuai peraturan yang berlaku dan diikuti dengan monitoring dan evaluasi. Aspek perencanaan terkait dengan pemikiran manusia dalam membuat kerangka berpikir, cetak biru tentang apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dikembangkan. Dalam hal ini manusia dapat merancang kegiatan yang akan dilakukan dan pengaruhnya terhadap lingkungan hidup. Kegiatan analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan sebelum pelaksanaan proyek pembangunan atau kegiatan usaha dilakukan, dalam hal ini yaitu lingkungan di sekitar pasar.
C. PEMBAHASAN
1. LINGKUNGAN HIDUP
a. Pengertian lingkunganhidup
Pengertian lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya.Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment.
Dalam kamus lingkungan hidup yang disusun Michael Allaby, lingkungan hidup itu diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.
S.J. McNaughton dan Larry L. Wolf mengartikannya dengan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organism Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto, seorang ahli ilmu lingkungan (ekologi) terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
Prof. Dr St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli hukum lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Padjadjaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perhuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
lingkungan hidup menurut Undang-undang No 32 tahun 2009 diperjelas lagi dengan pasal tentang pengendalian lingkungan hidup sebagai berikut:
"Pengedalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan,penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrument-instrument yaitu : Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dnagan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan."
Lingkungan Hidup Menurut UU Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
b. Asas-asas lingkungan hidup
Asas-asas lingkungan hidup menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2009 :
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daera
c. Tujuan Pengendalian Lingkungan Hidup
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a.       melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.      menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.       menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d.      menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.       mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f.       menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g.      menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.      mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i.        mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.        mengantisipasi isu lingkungan global.
3. Ruang Lingkup Lingkungan Hidup
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a.perencanaan;
b.pemanfaatan;
c.pengendalian;
d.pemeliharaan;
e.pengawasan; dan
f.penegakan hukum.
2. PENATAAN RUANG
a. Pengertian Tata Ruang
Pasal  1  ayat  (3)  Undang-Undang  Nomor  24  Tahun  1992  jo  Pasal  1  ayat  (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang  dapat  diartikan  sebagai  wadah  kehidupan  manusia  dan  makhluk  hidup lainnya  serta  sumber  daya  alam.  Ruang,  baik  sebagai  wadah  maupun  sebagai  sumber daya  alam,  adalah  terbatas.  Sebagai  wadah  dia  terbatas  pada  besaran  wilayahnya, sedangkan  sebagai  sumber  daya  terbatas  pada  daya  dukungnya.  Oleh  karena  itu, pemenfaatan  ruang  perlu  ditata  agar  tidak  terjadi  pemborosan  dan  penurunan  kualitas ruang (Ahmadi, 1995: 1).Sementara tata ruang adalah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kemudian Pasal 3 UU No 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang  bertujuan  untuk  mewujudkan  ruang  wilayah  nasional  yang  aman,  nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.Sasaran yang diharapkan adalah tersedianya rencana tata ruang yang konsisten dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat; tertibnya pemanfaatan ruang dan meningkatnya kinerja kelembagaan pengelolaan penataan ruang di pusat dan daerah. Sementara Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 berbunyi bahwa lingkungan hidup  adalah  kesatuan  ruang  dengan  semua  benda,  daya,  keadaan  dan makhluk  hidup, termasuk  manusia  dan  perilakunya  yang  mempengaruhi  kelangsungan perikehidupan  dan kesejahteraan  manusia  serta  makhluk  hidup  lain.  Lingkungan  hidup yang tergganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi  manfaat bagi  kesejahteraan  masyarakat  dan  kelangsungan  antara generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum.  Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administratif, pidana dan perdata.
penyusunan  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Provinsi  sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No 26 tahun 2007 menyebutkan sebagai berikut:
 Pertama,  Penyusunan  rencana  tata  ruang  wilayah  provinsi  mengacu  pada;
(a).  Rencana Tata  Ruang  Wilayah  Nasional.
(b).  Pedoman  bidang  penataan  ruang;  dan
(c).  Rencana pembangunan  jangka  panjang  daerah.
Kedua, Penyusunan rencana  tata  ruang  wilayah provinsi  harus  memperhatikan:
(a).  Perkembangan,  permasalahan  nasional  dan  hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi.
(b). Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi  provinsi.
(c). Keselarasan  aspirasi  pembangunan  provinsi  dan pembangunan  kabupaten/kota.
(d).  Daya  dukung  dan  daya  tampung  lingkungan  hidup.
(e).  Rencana  pembangunan  jangka  panjang  daerah.
(f).  Rencana  tata  ruang  wilayah provinsi  yang  berbatasan.
(g).  Rencana  tata  ruang  kawasan  strategis  provinsi;  dan
(h). Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
3. Hubungan antara penataan ruang dengan hokum linkungan
Pada dasarnya kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang tersebut antara  lain:  Pertama,  Rencana  yang  tersusun  tidak  memperhitungkan  keserasian, keseimbangan  dan  kelestarian  lingkungan.  Karena  itu  jika  rencana  tersebut  dijalankan sebagaimana  yang  ditetapkan  maka  diperkirakan  dalam  waktu  jangka  panjang  akan berakibat  fatal  bagi  kelangsungan  hidup  manusia  dan  makhluk  hidup  lainya.  Kedua, Tidak adanya ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya  bahwa  setiap  orang  yang  melakukan  penyimpangan  penggunaan  rencana  tata ruang  tidak  pernah  diberikan  sanksi.  Ketiga,  Dalam  perencanaan  tata  ruang  selalu disatukan  dengan  rencana  pengembangan.  Sehingga  penetapan  rencana  tata  ruang menjadi kabur karena simpang siur dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan  mengacu  pada  rencana  tata  ruang.  Keempat,  Dalam  penetapan  rencana tata  ruang  lebih  banyak  di  dominasi  oleh  keputusan  politik,  sehingga  obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Kelima, Dalam menghadapi otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,  sehingga  setiap  upaya  pemanfaatan  tata  ruang  diupayakan  harus  dapat memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi daerah.
Selain kendala tersebut di atas, dalam  pemanfaatan tata ruang berpotensi juga untuk menimbulkan  konflik,  jika  pemanfaatan  tanpa  dilakukan  koordinasi  dan perhitungan yang matang. Dengan demikian kendala dalam penyusunan Rencana Umum Tata  Ruang  selalu juga  diikuti  oleh  kendala  yang  muncul  berupa  konflik  dalam pemanfaatan ruang yang tanpa ada koordinasi. Adapun konflik dalam pemanfaatan tata ruang secara umum dapat dikelompokan yakni sebagai berikut: Pertama, Potensi konflik antar  wilayah.  Kedua, Potensi  konflik  antar  sektor.  Ketiga,  Potensi  konflik  antar masyarakat dan pemerintah. Keempat, Potensi konflik dalam pemanfaatan tata ruang itu sendiri.
Urgensi Pengaturan tata ruang dalam perda. Dengan memperhatikan apa yang menjadi kendala  dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang dan mencari formula yang tepat untuk mengatasi kenadala tersebut, maka  pengelolaan  fungsi  tata  ruang  perlu  ditata  dalam bentuk  arahan,  pedoman  dan ketentuan-ketentuan  mengenai  peruntukkan,  penggunaan, persediaan  dan  pemeliharaan tata  ruang  demi  kelestarian  lingkungan  hidup.  Pola pengelolaan  tersebut  sudah  barang tentu  mengacu  pada  asas-asas  penataan  ruang  yaitu asas  terpadu,  berdaya  guna,  serasi, seimbang dan berkelanjutan.Pengelolaan tata ruang lebih dititik beratkan pada pada wujud fisik, penggunaan ruang  merupakan  hasil  pengambilan keputusan  dari  orang  atau  Badan  Hukum  yang menguasai  dan  yang  berhak  dalam pengelolaannya  sesuai  kegiatan  dan  kebutuhannya. Hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa penggunaan ruang tidak boleh bertentangan dengan  peruntukan  ruang  lingkungan hidup  sendiri  yang  dalam  hal  ini  merupakan keputusan pemerintah.
Untuk  mewujudkan  sasaran  penataan  ruang  dan  penataan  pertanahan  demi menjaga  kelestarian  lingkungan  hidup,  maka   kebijaksanaan  pokok  yang  nanti  dapat ditempuh  yakni  sebagai  berikut:  Pertama,  Mengembangkan  kelembagaan  melalui penetapan  organisasi  pengelolaan  yang  mantap,  dengan  rincian  tugas,  wewenang,  dan tanggung  jawab  yang  jelas.  Kedua,  Meningkatkan   kemampuan   aparatur  yang  dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan  hidup.  Ketiga,  Meningkatkan   kemampuan   aparatur  yang  dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.. Keempat, Meningkatkan   kemampuan   aparatur  yang  dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan  hidup. Kelima,  Memantapkan  pengendalian pemanfaatan  ruang  termasuk  pengamanan  terhadap kawasan  yang   memiliki   aset penting bagi pemerintah daerah. Keenam, Meningkatkan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelesatarian lingkungan hidup.
Pada  dasarnya  proses  penataan  ruang  demi  menjaga  kelestarian  lingkungan hidup  meliputi  kegiatan  perencanaan,  pemanfaatan  dan  pengendalian.  Penataan  ruang sesuai  ketentuan  perundang-undangan  penataan  ruang  khusus  wilayah  kabupaten  yang ada di Indonesia meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Penyusunan dan penetapan rencana tata ruang dilaksanakan  menurut langkah-langkah sebagai  berikut:  Pertama,  Menetapkan  arah  pengembangan  yang  akan  dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan keamanan. Kedua, Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam  suatu  wilayah  perencanaan.  Ketiga,  Perumusan  perencanaan  tata ruang. Keempat, Penetapan rencana tata ruang.
Melalui  penataan  ruang  yang  bijaksana,  kualitas  lingkungan  akan  terjaga dengan baik,  namun  bila  dilakukan  dengan  kurang  bijaksana  maka  tentunya  kualitas lingkungan juga  akan  terganggu.  Penyelenggaraan  penataan  ruang  bertujuan  untuk mewujudkan ruang  wilayah  yang  aman,  nyaman,  produktif  dan  berkelanjutan.  Hal tersebut  tentunya dengan  mewujudkan  keharmonisan  antara  lingkungan  alam  dan lingkungan  buatan, keterpaduan  dalam  penggunaan  sumberdaya  alam  dan  sumberdaya buatan  dengan memperhatikan  sumberdaya  manusia  serta  mewujudkan  perlindungan fungsi  ruang  dan pencegahan  dampak  negatif  terhadap  lingkungan  akibat  pemanfaatan ruang
Paling tidak ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan lingkungan  hidup,  yakni  sebagai  berikut:  Pertama,  Pembangunan/pengelolaan  sumber daya secara bijaksana. Kedua, Pembangunan berkesinambungan sepanjang Pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung  lingkungan  itu  sendiri. Agar  keputusan  terkait  alokasi  ruang  dan  sumberdaya alam  dalam  rencana  tata  ruang dapat  memberikan  manfaat  dalam  jangka  panjang  dan menjamin keberlanjutan, maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009  tentang  Perlindungan  dan Pengelolaan  Lingkungan  Hidup.  “Ketentuan  tersebut menunjukkan  adanya  keterkaitan yang  sangat  erat  antara  penataan  ruang  dengan  upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan kunci bagi berhasilnya upaya pengembangan wilayah.Lingkungan  di  dalam  penataan  ruang  merupakan  aspek  yang  sangat  penting disamping aspek sosial budaya, yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pertimbangan lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah adalah mutlak untuk diperhatikan karena apabila aspek lingkungan tidak diintegrasikan, akan memberikan  dampak  yang  sangat  besar  terutama  bagi  kehidupan  masyarakat  di kemudian hari. Karena pada dasarnya lingkungan memiliki keterbatasan daya dukung dan daya  tampung  dalam  menopang  kehidupan  baik  manusia  maupun  makhluk  lainnya, sehingga  apabila  daya  dukung  tersebut  terlampaui  maka  sudah  dapat  dipastikan kelestarian fungsi lingkungan akan terganggu.Pembangunan  tata  ruang  yang  berwawasan pada  pada  pelestarian  fungsi komponen lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang  berkesinambungan  dan  dilaksanakan  dengan  kebijakan terpadu,  menyeluruh  dan memperhitungkan  kebutuhan  generasi  sekarang  dan  mendatang. Ketiga, Peningkatan kualitas hidup generasi demi generasi.Sejalan dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Garis-Garis Besar Haluan  Negara  tahun  1988  mengenai prinsip  penggunaan  sumber  daya  alam  untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain sebagai berikut: Pertama, Dalam rangka  pembangunan  sumber-sumber  alam harus  digunakan  secara  rasional.  Kedua, Pemanfaatan  sumber-sumber  daya  harus diusahakan  untuk  tidak  merusak  lingkungan hidup.  Ketiga,  Harus  dilakukan  dengan kebijaksanaan  dengan  memperhitungkan kebutuhan  generasi  yang  akan  datang. Keempat,  Memperhitungkan  hubungan  kait mengkait dan ketergantungan antara berbagai masalah.Berdasarkan  uraian  tersebut,  maka  regulasi  terhadap  tata  ruang  melalui peraturan daerah merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Daerah ini sangat membutuhkan regulasi  berupa  peraturan  daerah  terhadap  tata  ruang,  sehingga impelemntasi  di  lapangan terutama  dalam  pemanfaatan  lahan  dan  lingkungan  hidup benar-benar  sesuai  dengan payung  hukum  yang  ada.  Hal  yang  lebih  utama  juga  dalam rancangan  peraturan  daerah nanti  harus  tetap  memperhatikan  apa  yang  menjadi  prinsip atau asas-asas utama dalam tata ruang daerah sendiri.
4. Penataan Lingkungan Hidup
Manusia sangat berperan dalam menjadikan lingkungan yang bersih, nyaman, indah, dan rindang.Satu faktor yang paling utama adalah bersih.Bersih erat kaitannya dengan sehat.Salah satu indikator bersih adalah sehat.Individu yang bersih adalah individu yang tidak memiliki kotoran yang menempel pada dirinya sehingga relatif tidak ada kuman penyakit yang bersarang. Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang tidak ada kotoran (sampah) berserakan, yang memiliki kondisi udara banyak mengandung kadar oksigen yang tinggi.
Penataan lingkungan merupakan proses pengelompokan, pemanfaatan, dan pengendalian lingkungan hidup sesuai dengan potensi dan fungsinya. Dalam Undang Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang/lingkungan memiliki tujuan:
1.       terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan,
2.      terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budaya,
3.      tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Penataan lingkungan dilaksanakan secara terpadu, seimbang dan berdaya guna. Penataan lingkungan hidup yang baik akan terpelihara kualitas lingkungan.
Berdasarkan fungsi utama kawasan, penataan lingkungan hidup dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      kawasan lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Contoh: hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan cagar alam, dan sebagainya.
2.      kawasan budi daya, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Contoh: lahan budi daya jagung, kayu, sawah, dan lain-lain.
Berdasarkan kegiatan utamanya, penataan lingkungan hidup terdiri dari 3 kawasan, yaitu:
1.      Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam.
2.      Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
3.       Kawasan tertentu, adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Konsep penataan lingkungan secara global berarti mencakup satu kesatuan wilayah.Menurut Setyo Moersidik (Dosen Paskasarjana UI) kunci penataan lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan hidup adalah pengelolaan lingkungan hidup.Prinsip penataan berhubungan erat dengan konservasi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan sumber daya alam lainnya.
Salah satu sumber daya alam yaitu hutan sebagai salah satu bagian dari pelestarian lingkungan hidup yang menjadi satu kesatuan ekosistem yang tidak mengenal batas wilayah pemerintahan.Semakin kecil hutan dibagi-bagi, semakin besar pula potensi terganggunya ekosistem.Kerusakan hutan juga mendorong timbulnya kekeringan, banjir, erosi, serta mengurangi keragaman hayati.
5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk megarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
1.      keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
2.      pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
3.      kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
4.      pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
5.      pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
6.      pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
7.      Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
1.      mengetahui rencana tata ruang;
2.      menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
3.      memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai rencana tata ruang;
4.      mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai rencana tata ruang di wilayahnya;
5.      mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
6.      mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
1.      menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
2.      memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
3.      mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
4.      memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Setiap orang yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administrative dapat berupa:
1.      peringatan tertulis;
2.      penghentian sementara kegiatan;
3.      penghentian sementara pelayanan umum;
4.      penutupan lokasi;
5.      pencabutan izin;
6.      pembatalan izin;
7.      pembongkaran bangunan;
8.      pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9.      denda administratif.
Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain, melalui:
1.      partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
2.      partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
3.      partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Sanksi pidana
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 secara khusus disebutkan tentang ancaman pidana pada pelanggaran tata ruang, sebagai berikut.
1.      Jika tidak menaati rencana tata ruang. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruangyang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2.      Jika tindakan tidak menaati rencana tata ruang mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
3.      Jika tindak tidak menaati rencana tata ruangmengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
4.      Jika memanfaatkan ruang tidak sesuai izin pemanfaatan ruang. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
5.      Jika tindakanmemanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
6.      Jika tindakan memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
7.      Jika tindakanmemanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangmengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
8.      Jika tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
9.      Jika tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
pengendalian lingkungan hidup sebagai berikut: "Pengedalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan,penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrument-instrument yaitu : Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dnagan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan."
Penataan Ruang adalah Suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Ruang  dapat  diartikan  sebagai  wadah  kehidupan  manusia dan  makhluk  hidup lainnya  serta  sumber  daya  alam.  Ruang,  baik  sebagai  wadah maupun  sebagai  sumber daya  alam,  adalah  terbatas.  Sebagai  wadah  dia  terbatas  pada besaran  wilayahnya, sedangkan  sebagai  sumber  daya  terbatas  pada  daya  dukungnya. Oleh  karena  itu, pemenfaatan  ruang  perlu  ditata  agar  tidak  terjadi  pemborosan  dan penurunan  kualitas ruang.
regulasi  terhadap  tata  ruang  melalui peraturan daerah merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Daerah ini sangat membutuhkan  regulasi  berupa  peraturan  daerah terhadap  tata  ruang,  sehingga impelemntasi  di  lapangan  terutama  dalam  pemanfaatan lahan  dan  lingkungan  hidup benar-benar  sesuai  dengan  payung  hukum  yang  ada.  Hal yang  lebih  utama  juga  dalam rancangan  peraturan  daerah  nanti  harus  tetap memperhatikan  apa  yang  menjadi  prinsip atau asas-asas utama dalam tata ruang daerah sendiri.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk megarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.










DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. Analisis Tata Ruang Pembangunan. Edisi Pertama. Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2012.
Ir. H. juniarso Ridwan, M.Si.,MH Dan sodik Ahmad, SH.,MH. 2008. Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah. Bandung. Penerbit Nuansa.
Supriadi, SH.,MHum. 2002. Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika
Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 26Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.


Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form